Sabtu, 09 Januari 2010

Takkan Bisa Memenjarakanmu

Aku tak pernah bisa memenjarakanmu.

Bahkan pada sajak-sajak ku.

Karna kau begitu liar.

Menari seperti awan tipis yg dengan mudah terhempas angin,
mengikuti kemana ia pergi.

Hingga sering tak kau sadari,

sudah berapa lama kau tak tiba di bukit ini.
Pada dataran yg sama ketika dulu aku melihatmu.

Created by: Atika Dian Pitaloka
bogor 10.23 110110

Ingatanku dulu

ingat ketika aku menjemputmu dulu.
Dengan celana panjang biru tua,
serta kemeja bergaris warna hitam yg licin.

Entah berapa lama sudah kita tak bersua.
Dalam mimpi maupun nyata.
Bahkan bayangan mu pun tak lagi ada rasanya,
mengikuti jejak langkahmu.
Karna kemanapun,
Tak akan dapat terkejar oleh pendeknya langkahku.

Lalu ku ingat kau selalu memelankan langkahmu,
dan mengulurkan tangan ke belakang.
Menggodaku untuk meraihnya.
Tapi tetap saja tak pernah sampai.

Mungkin takkan pernah sampai.
Kecuali dengan satu lompatan besar.

Namun pertanyaanya: apakah aku berani melompat?

Ketakutan telah menenggelamkan aku.

Tahukah engkau,
Banyak yg ingin kututurkan pada langit yg tak pernah kutemui.
Pada tanah yg ingin ku injak,
tapi tak pernah kutapaki.
Dan pada salju yg dinginnya ingin ku rasakan bersama hangat itu,
namun tak bisa aku rasakan.

Rasanya..
Rindu aku pada dalamnya lautan,
dan ganasnya ombak,
hingga aku lupa pada hati luka yg tertabur garam.
Hingga rasa sakit berganti dengan perjuangan.

Tolong hapus memoriku!

hingga aku tak ingat tentang semua yg menyatu pda nadi ku. dulu.

Dan tersadar bahwa semua sebenarnya tak pernah terjadi.

Created by: Atika Dian Pitaloka
bogor 10.20wib 110110

Bunga liar di tepi jurang

Terbayang danau yg kini mengering karna kemarau.
Tuhan putuskan hidup pada tandus yg tak lekang.
Duri pun tumbuh pada kaktus yg nelangsa.
Air nya tak muncul mengalir bak sungai.
Hanya seperti air perasan tanpa tetes.
Yang takkan pernah mampu hapus dahaga.

Aq terjebak dalam kota mati tak bertuan.
Pada lembah tandus n gurun tak berpenghuni.
Debu hitam dan kering selalu terbang ke wajah ku.
Seolah mengusirku untuk pergi.
Tapi mengapa aku tetap berada disini?

Apa karena aku tak tahu kemana arah pulang?

Atau karena aroma kematian lebih aku sukai?

Tuhaannn...

Aq rindu musim itu.

Musim dimana burung2 banyak berkicau.

Jangan kau silih gantikan putih dengan hitam.
Dan cerah dengan hujan deras.
Karna aku tak mampu mencerna keduanya dalam kurun waktu yg singkat.

Aq hanya bunga liar.

Mungkin aku dapat hidup pada kondisi apapun.

Tapi bagaimana dengan jiwaku?

Tanaman liarpun bernyawa.

Halilintar selalu menakutiku.

Lalu sebentar kemudian pelangi menghiburku.

kemudian petir lagi menyambar.

Sungguh!

Bukan ini yg ku inginkan!

Baiknya aq mengalir saja pada danau dengan arus tenang.
Atau tertanam di pinggir jurang.

satu pintaku: jangan sayat aku. Jangan cabuti kelopak ku. Jangan patahkan tangkai ku. Karena itu sangat menyakitkan.

Created by: Atika Dian Pitaloka
bogor 10.00wib 111010